Sabtu, 21 September 2013

Prof Dr. Abdurrahman Saleh ‘Bapak Ilmu Faal’

Berbicara tentang pahlawna nasional Indonesia, memang kita tidak akan bisa untuk membalas jasa-jasa beliau yang sudah gugur untuk membela dan memerptehankan tanah air kita tercinta. Indonesia dengna negara kepulauan yang cukup luas, dahulu kala memang menjadi sebuah negara yang menjadi sasaran empuk para penjajah untuk bisa menguasai negara Indonesia. Nah, berikut ini adalah salah satu pahlawan yang namanya cukup familiar di telinga anda. Beliau adalah Abdurrahman Saleh, Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta, (lahir di Jakarta, 1 Juli 1909 – meninggal di Maguwoharjo, Sleman, 29 Juli 1947 pada umur 38 tahun) atau sering dikenal dengan nama julukan “Karbol” adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia (RRI) dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia. Pada masa mudanya, Abdurrahman Saleh bersekolah di HIS (Sekolah rakyat berbahasa Belanda atau Hollandsch Inlandsche School) MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau kini SLTP, AMS (Algemene Middelbare School) kini SMU, dan kemudian diteruskannya ke STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Karena pada saat itu STOVIA dibubarkan sebelum ia menyelesaikan studinya di sana, maka ia meneruskan studinya di GHS (Geneeskundige Hoge School), semacam sekolah tinggi dalam bidang kesehatan atau kedokteran. Ayahnya, Mohammad Saleh, tak pernah memaksakannya untuk menjadi dokter, karena saat itu hanya ada STOVIA saja. Ketika ia masih menjadi mahasiswa, ia sempat giat berpartisipasi dalam berbagai organisasi seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia. Setelah ia memperoleh ijazah dokter, ia mendalami pengetahuan ilmu faal. Setelah itu ia mengembangkan ilmu faal ini di Indonesia. Oleh karena itu, Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958 menetapkan Abdurrahman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia. Ia juga aktif dalam perkumpulan olah raga terbang dan berhasil memperoleh ijazah atau surat izin terbang. Selain itu, ia juga memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang radio. Maka sesudah kemerdekaan diproklamasikan, ia menyiapkan sebuah pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdeka. Melalui pemancar tersebut, berita-berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia dapat disiarkan hingga ke luar negeri. Ia juga berperan dalam mendirikan Radio Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945. Setelah menyelesaikan tugasnya itu, ia berpindah ke bidang militer dan memasuki dinas Angkatan Udara Ia diangkat menjadi Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946. Ia turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Sebagai Angakatan Udara, ia tidak melupakan profesinya sebagai dokter, ia tetap memberikan kuliah pada Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah. Karbol Mengharapkan semua lulusan Akademi Angkatan Udara dapat mencontoh keteladanan dan mampu mencapai kualitas seorang perwira seperti Abdurrahman Saleh, para taruna AAU dipanggil dengan nama Karbol. Hal ini pertama kali diusulkan oleh Letkol Saleh Basarah setelah beliau mengunjungi United States Air Force Academy di Colorado Springs, Amerika Serikat. Para kadet di sana dipanggil dengan nama Dollies, nama kecil dari Jenderal USAF James H Doollitle, seorang penerbang andal yang serba bisa. Ia penerbang tempur Amerika Serikat yang banyak jasanya pada Perang Dunia I. Orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan “Karbol”. Sebutan itu berasal dari bahasa belanda yaitu Krullebo yang artinya berambut keriting. Nama tersebut diberikan oleh teman-temannya semasa baru memasuki sekolah di Genekundisge Hoogeschool (GHS – sekarang FKUI). Pak Karbol, bukan saja seorang Perwira Tinggi, Pendidik, dan Pahlawan Nasional/ Perintis TNI Angkatan Udara, tetapi juga perintis/ pendiri Radio Republik Indonesia (RRI). Selain itu, beliau juga bapak fisiologi kedokteran Indonesia. Akhir hidup Pada saat Belanda mengadakan agresi pertamanya, Adisutjipto dan Abdurrahman Saleh diperintahkan ke India. Dalam perjalanan pulang mereka mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Keberangkatan dengan pesawat ini, mendapat publikasi luas dari media massa dalam dan luar negeri. Tanggal 29 Juli 1947, sore itu langit Jogja menanti kedatangan sebuah pesawat terbang jenis Dakota VT-CLA. Pesawat tersebut selain membawa obat-obatan yang dibutuhkan rakyat Republik Indonesia juga membawa putra-putra terbaik bangsa ini. Harian Malayan Times memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi izin pemerintah Inggris dan Belanda. Sore harinya, Suryadarma, rekannya baru saja tiba dengan mobil jip-nya di Maguwo. Namun, pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar. Sore itu menjadi momen kesedihan bagi bangsa ini tetapi momen itu juga mencuatkan satu nama pejuang yang jasanya terkenang hingga kini. Dari professor di bidang kedokteran, atlet olahraga, pendiri Radio Republik Indonesia hingga salah satu prajurit penerbang pertama negeri ini adalah buah kerja keras serba bisanya. Gugur dalam peristiwa itu Komodor Agustinus Adisutjipto, Komodor Abdurrahman Saleh, serta OMU I Adisumarmo Wirjokusumo. Guna menutupi kesalahannya, walau tidak sepadan, Belanda mengganti pesawat yang hancur dengan sebuah DC-3 baru. Tragedi mengenaskan ini, diperingati TNI AU setiap tahun sebagai Hari Bhakti TNI AU. Abdurrahman Saleh dimakamkan di Yogyakarta dan ia diangkat menjadi seorang Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.071/TK/Tahun 1974, tanggal 9 Nopember 1974. Pada tanggal 14 Juli 2000, atas prakarsa TNI-AU, makam Abdurrahman Saleh, Adisucipto, dan para istri mereka dipindahkan dari pemakaman Kuncen ke Kompleks Monumen Perjuangan TNI AU Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta. Nama Ia diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI-AU dan Bandar Udara di Malang. Selain itu, piala bergilir yang diperebutkan dalam Kompetisi Kedokteran dan Biologi Umum (Medical and General Biology Competition) disebut Piala Bergilir Abdurrahman Saleh. Walau Indonesia telah kehilangan pejuang dan dokter tangguh seperti Prof. dr. Abdurrahman Saleh namun semangat juang negeri ini takkan pudar. Masih banyak karbol-karbol muda yang akan meneruskan langkah mau Dr. Karbol untuk memberikan selalu yang terbaik untuk bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar